Kamis, 16 Juli 2015

Sepucuk Surat Tuk Malaikat



Sepucuk Surat Tuk Malaikat

Seorang ibu mengerti apa yang sedang dihadapi anaknya, meski ia tak mengalami sendiri. Nalurinya sekuat baja yang ditempa. Ada ikatan batin yang tak bisa koyak walau terhantam oleh badai jarak dan waktu.  Ada jiwa yang setiap detik hidup demi anak-anaknya.
Surat kepada Ibunda ini tak dimaksudkan untuk memberitahu beliau apa yang kita rasakan. Besar kemungkinan, beliau mengerti yang selama ini kita pendam tanpa harus kita bicara.
Surat ini ditulis demi mengurai isi pikiranku sendiri. Demi mengurangi rindu  yang meruang di dalam dada. Surat ini juga sebagai mediator untuk menyuarakan suara-suara sayang dan rindu yang menyeruak setiap detik, tumbuh dengan  kuatnya di dalam sanubariku , karena sungguh lidah ini menjadi kelu untuk mengucapkan ribuan, jutaan dan  milyaran terimakasih atas jasamu hingga hari ini.
Halo, Ma,
Apa kabar?
Untuk mengirimimu pesan teks atau melakukan panggilan telepon. Sekadar menanyakan kabar seperti itu saja sangat sulit rupanya untuk segera kuwujudkan.
Aku tersibukkan oleh kegiatan harian yang melelahkan, di timpali lagi oleh kegiatan-kegiatan yang menguras habis waktu dan tenaga, perhatianku teralihkan dan hanya bertujuan pada kesenangan pribadi, teralihkan oleh sederetan kegiatan dunia yang membuatku lupa akan hakikat manusia untuk hidup di hamparan bumi ini. Sampai terkadang aku lupa bahwa di kota yang berbeda, ada sesosok perempuan yang rela terjaga dari tidurnya demi mendoakanku di sepertiga malam yang akhir, memohonkan yang terbaik untuk diri yang sering melupakannya ini.
Cinta dan kasih sayangmu tumbuh bersama diri ini. Takkan lekang oleh waktu, tak akan sirna ditelan usia, tak akan pudar tersapu murka. Aku ingat betul di saat hendak berkelana sementara mencari ilmu dan jati diri, mama dengan cekatan mempersiapkan bekal dan barang-barang yang sekiranya diperlukan dalam kelanaku. Dengan tanpa pamrih, mama di dekatku ketika aku bersiap menyongsong perkelanaan, sambil sesekali menanyakan
 Mas, ada barang yang tertinggal? Coba di cek lagi.”
Hati-hati kalau berteman ya, dijaga pergaulannya.
“Semoga Allah paring keselamatan dan kebarokahan.
Dengungan nasihat dan doamu mengiringi kepergian kami. Bahkan harapanmu sederhana belaka, hanya ingin kami kembali ke rumah dengan sehat dan selamat. Sama sekali tak berkeinginan kami jadi anak yang kaya-raya, mengemban jabatan yang tinggi, atau memiliki tambatan hati yang cantik. Mama malah berharap aku bisa menjadi manusia bermartabat yang bermanfaat bagi semua orang, dan selalu mendekatkan diri pada sang Ilahi .
Ma, begitu banyak waktu dan kebahagiaanmu yang kau korbankan untukku. Engkau mengikis semua keegoisan dan hasrat sebagai seorang perempuan hanya untuk merawatku, membahagiakanku dan memenuhi semua kebutuhanku. Siapa lagi yang dengan ikhlas membanting tulang berdagang atau memutar otak agar aku tidak kehabisan bekal saat di perantauan nanti, atau agar aku bisa jajan seperti teman-temanku yang lain. Mama, bagi Mas, Mama adalah pahlawan hebat yang sesungguhnya.
Ma, umurku baru saja bertambah loh. Kini aku berdiri di atas dua dasawarsaku. Sampai saat ini aku belum bisa membalas semua jasa-jasamu. Mungkin sampai kapan pun aku tidak akan bisa membayar utang jasa yang kau berikan padaku, mengingat betapa banyaknya peluh yang keluar dari tubuhmu. Kesabaran yang tak berujung, kecemasan tak henti-henti, dan kasih sayang tak hingga yang kesemuanya ditujukkan untukku.
Kini mama tak perlu khawatir lagi. Sedikit banyak aku sudah mengenali dunia ini, dari mana kebahagiaan itu berasal, bagaimana kebimbangan itu menggerogoti keteguhan hati, apakah utara atau selatan yang kupilih ketika dihadapkan pada sebuah pilihan hidup.  Aku dikelilingi oleh teman-teman yang menjadikanku lebih baik dan manusia yang baru setiap harinya.
Terkadang di dalam perkelanaanku ini, ada saat di mana aku sangat diuntungkan oleh beberapa keadaan, selalu ada saja sosok yang menolong di dalam kesusahanku, seakan alam merestui ke mana pun aku pergi. Hari-hariku disarati keberkahan. Dihindarkan dari musibah-musibah yang membahayakan jiwa dan raga. Kurenungi betul hal itu di hari menjelang tidurku. Setelah kutelusuri baik-baik semua hal itu, seolah ada benang merah yang mengarahkan pada sosokmu. Ah iya, hampir saja aku lupa bahwa perempuan yang melahirkanku ke dunia, perempuan yang telapak kakinya menjadi surgaku, perempuan yang restunya merupakan restu gusti Allah dengan setia memohonkan agar aku selalu dihujani keberkahan dan dijauhkan dari segala marabahaya di setiap sepertiga malam akhir yang dilakoninya.
Ma…
Lekukan indah dibibirmu kini seolah menggambarkan kelelahan yang kau pikul selama bertahun tahun.
Ma, sadarkah kau bahwa wajahmu mulai menua? Mulai ada kerut di sana-sini, membuatku sadar ragamu tidak sekuat dulu. Penyakit mulai menghampiri tubuhmu. Aku pun pernah harus melihatmu terbaring di atas ranjang. Tapi kau malah tetap tersenyum dan menanyakan apa aku sudah makan.
“Ma, tenang! Aku sudah makan, keadaan mama yang perlu diperhatikan bukan keadaan ku.”
Dengan memohon seraya menengadahkan doa pada Allah Yang Maha Segalanya, semoga mama senantiasa dilimpahkan oleh keberkahan, diberikan kesehatan dan umur panjang yang barokah, dijauhkan dari marabahaya dan memiliki anak – cucu yang imut imut dan selalu bernaung fii sabilillah, amin..
Terimakasih dan Alhamdulillah jazakillahu khoiroh karena telah menjadi ibu sekaligus teladan yang baik bagi ku, mama.

Bila memang ada malaikat tanpa sayap, aku menduga itu adalah mama dan ibu diseluruh dunia.

Izinkan aku mengatakan sesuatu yang belum sempat kusampaikan langsung. Aku tidak tahu kapan kita akan berpisah. Ada saatnya, aku akan mengantarkanmu ke tempat peristirahatan terakhir sambil menata kembali puing-puing kenangan yang terserak. Atau mungkin saja Mama yang mengantarkanku ke tempat dimana semua manusia akan berakhir sambil mengusapi air matamu yang tak terbendung lagi. Apapun akhirnya, akan ada saat dimana salah satu dari kita harus rela melepas kepergian. Kapanpun itu, hanya Allah SWT yang tahu. Aku hanya ingin mengingat bahwa kita akan kembali bertemu.
                                                
Peluk hangat dariku,
Anakmu yang dilanda kerinduan yang mendalam 
Dimas Ardiyanto.



Dentuman Kepedihan


Dentuman Kepedihan
Pada puasa malam ke-29 ini, bersyukur sekali aku masih diberikan hidangan dari langit melalui tangan-tangan mahluk bumi yang dengan proses cukup panjang hingga sampai ke depanku.

Es timun suri nan manis dan segar menyiram dahaga yang bersemayam di tenggorokanku sedari siang tadi, gorengan pinggir jalan mampu menghibur cacing-cacing yang berdendang dalam perutku.

Puasa tahun ini amat cepat berlalu, mungkin karena aku kurang berkawan baik dengan ramadhan tahun ini hingga ia tak meninggalkan kesan mendalam bagiku. Ramadhan bukan hanya tentang puasa dan zakat, tetapi bulan yang diberikan oleh Sang Khaliq kepada manusia untuk kembali ke fitri.

Seusai melahap kudapan dengan penuh rasa bahagia, kulayangkan puja-puji syukur kehadirat Ilahi dalam rangkaian ibadah solat magrib. Aku yang tengah duduk bersila diatas sajadah di lantai dua rumah ibuku mulai memejamkan mata tuk sejenak menafakuri sudah berapa kali ramadhan yang kulalui, sejak kapan aku mulai berpuasa, apakah dengan puasa mengubahku menjadi lebih baik, hingga seterusnya.

Fokusku hilang lantaran dentuman yang bersumber dari berbagai arah, seolah alat musik yang dipukul bertalu-talu, suara dentuman itu saling bersambut menggangguku. Ohh ya aku baru ingat bahwa ini malam takbiran yang ditunggu oleh setiap muslim diseluruh dunia, dan dirayakan oleh muslim Indonesia dengan meriahnya suara petasan dan kembang api.

Ada sesuatu yang mengajak pikiranku tuk melihat beberapa kejadian yang mungkin terekam memori otakku entah dengan sengaja maupun tidak sengaja, rupanya kami terhenti pada konflik yang mendera Iraq-suriah, ya aku ingat betul suara dentuman ini pernah kudengar sebelumnya dalam perang saudara yang berlangsung di jalur Gaza walaupun tidak mendengar secara langsung, diatas sajadah aku merasakan hawa mencekam dengan iringan suara dentuman di sekitar rumahku dan proyeksi pikiranku yang berada di tengah konflik dua Negara bertetangga tersebut. Dentuman di Indonesia menyisakan suka dengan kembang apinya, dentuman di Syiria menyisakan duka dengan rudalnya.



Kurasakan penuh ketegangan dalam kilasan gambar dalam pikiranku, tangis dan airmata menghias wajah wanita dan anak-anak sejauh mata memandang, darah dan kematian sudah bukan hal aneh dan dapat dijumpai sepanjang kisah pertikaian dua Negara tersebut.



Ketiadaan sandang dan pangan jelas menghantui, jangankan untuk ibadah dengan tenang, untuk bertahan hidup pun mereka sulit. Tanganku mulai dingin membeku, keringat dingin mengucur dari leher ke arah pundak, badan ini bergetar menolak dengan  halus pikiranku yang mulai mengamati satu-persatu korban yang bergeletakan dengan organ tubuh yang tidak lengkap, tak kuat lagi rasanya. Padahal aku hanya merasakan sensasi berada di tengah perang yang hingga hari ini masih terus berlangsung, bagaimana bila aku yang berada di posisi mereka?

Dengan suara dentuman petasan ini saja aku sudah merasa terganggu, apa kabar saudara-saudara kita di suriah sana yang setiap malam nya mendengar dentuman senjata api dan rudal yang siap membinasakan mereka kapanpun dan dimanapun. Tidak ada tempat sembunyi dan berlindung bagi mereka selain pada naungan Allah SWT.

Bisa kita sedikit memposisikan diri bila menjadi mereka yang berpuasa dan berlebaran dengan situasi yang mencekam? Apakah masih sempat bagi kita untuk membuat ketupat ataupun menyalakan petasan atau malah mencari baju lebaran.

Ditambah lagi mengapa umat muslim Indonesia dipusingkan dengan Islam Nusantara? Islam yang hidup dan membesar di bumi nusantara dikatakan Islam Nusantara kenapa di permasalahkan, biarlah Islam menjadi rahmatan lil alamin di semua wilayah di dunia. Islam Nusantara bernuansa damai dengan tenggang rasa yang terhitung tinggi tanpa kekerasan dan pebuh cinta.

Islam Nusantara itu bukan milik NU, Muhammadiyah, Naqsabandiyah, atau MUI, tapi milik kaum muslim di bumi Nusantara. Masih banyak hal lain yang musti diurusi, saudara-saudara muslim kita yang berada di Negara konflik itu apa sudah kita pikirkan? Setidaknya mari kita kirimkan doa untuk mereka supaya dapat berlebaran dengan damai dan tentram, itu yang jauh lebih penting bagi mereka tinimbang meributkan nama belaka.

Islam yang hidup di Nusantara inilah yang dirindukan oleh mereka. Cukup kita menjadi muslim yang memegang budaya nusantara tanpa harus menjadi muslim timur tengah dengan segala budayanya. Salam rindu untuk muslim seluruh dunia.